Pendo(s)a

Mendung awan senada dengan bola matanya
yang kusam tak bernyawa,
dilewatinya kerumunan,
hanya sumpah serapah dan ludah menjadi penyambut dia

Dialah. seorang perempuan
yang dikata pendosa,
yang dikata tak berdoa,
yang dikata manifestasi keburukan manusia,

“Pendosa!”
Teriak seorang ibu dan kedua tetangganya.
“Pergilah!”
Terdengar lagi teriakan kebencian dari kiri dan kanannya.

Heran,
sadarkah mereka?
berlindung dengan polosnya dibalik untaian bantal.
mengunci hati dengan santainya,
berteriak tanpa berkaca.
Lucu!

Lalu mereka, para pembenci,
sadarkah mereka?
tiap hari hanya diisi doa?
belum kuasai realita
tak peduli dia yang mereka benci
adalah manusia karya Sang Esa?

Kemudian para pembenci itu
menghujaminya dengan sumpah serapah,
dipimpin para tua berjubah putih kebesaranya
yang menjerit-jeritkan nama Tuhan yang dimengertinya
dan mengancam dia dengan batu-batu “keadilan”.

Lalu dia, yang dikata pendosa
menangis, dan lalu
melihat mata seorang Hamba,
Hamba Manusia,
yang menebar cinta dan kasih.

Menebar cinta dan kasih
Layaknya sinar mentari pagi,
semilir angin senja,
berlandaskan senyum hangat
layaknya dekapan seorang ibu kepada bayinya.

Sang Hamba berjalan di tengah kerumunan,
semua memberi jalan untuk Dia.
Sang Hamba berjalan sambil menebar senyum.
Teriakan benci laun mereda,
Jadi hening yang mendamaikan hati.

Sang Hamba tersebut lantas berkata,
“Siapa yang merasa dirinya benar, boleh melempar batu pertama!”

Semua diam,
Hanya suara gesekan dedaunan yang terdengar…
begitu hening….
bak laut yang usai dilanda badai.

Lalu Sang Hamba membungkuk, lantas bersimpuh sambil menjulurkan tangan-Nya. Dan dia bertanya kepada perempuan itu…

“Siapakah nama engkau?”

Dia yang dikata perempuan pendosa itu menjawab;
“Magdalena….”

“Hari ini juga, dosamu diampuni…”

Hugo Sistha
Hugo Sistha
Articles: 1

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *