Banyak dari kita mengenal Gereja hanya sebagai tempat ibadat semata. Tidak salah juga, tetapi yang mereka lupakan adalah bahwa gereja hidup di tengah dunia. Gereja perlu untuk berinteraksi dengan sesama daripada sekedar khotbah di altar atau pada acara perayaan-perayaan Gereja. Lebih dari itu, Gereja harus melibatkan diri dalam dinamika kehidupan umatnya.
Umat, saya yakin menantikan apa sikap Gereja terhadap berbagai permasalahan sosial, utamanya jika hal itu menyangkut persoalan kemanusiaan. Lebih-lebih lagi jika persoalan tersebut telah menjadi wacana publik dan diketahui oleh masyarakat luas.
Gereja sendiri selama ini dianggap selalu bersih dan murni, jauh dari intrik-intrik serta kepentingan-kepentingan lainnya. Dasarnya jelas, tujuan Gereja sendiri adalah tertuju pada sinkretisasi Kerajaan Allah. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya pastilah merupakan nilai kebaikan serta kebenaran. Masalahnya, apakah dengan segala “kesuciannya” itu Gereja minimal mau melibatkan diri dalam kehidupan sosial masyarakat?
Disadari atau tidak Gereja terkesan lambat dalam bertindak. Alasannya, banyak yang perlu dipertimbangkan, bisa dibilang penuh kehati-hatian. Padahal kita tahu banyak kejadian yang memerlukan tindakan cepat.
Mungkin hal tersebut bisa dibenarkan. Namun yang perlu menjadi perhatian adalah jangan sampai menyebabkan ketiadaan peran Gereja dalam hal sosial. Gereja tidak boleh hanya berkutat pada urusan ritual tanpa memperhatikan kondisi di sekitarnya.
Di era globalisasi ini, pengaruh dari luar memang menjadi begitu kuat. Gereja sebagai tiang iman Kristiani harus tetap kokoh berdiri di tengah segala terpaan itu, sembari memberi perlindungan kepada umat yang bernaung di bawahnya.
Kesenjangan ekonomi yang terjadi, banyaknya kasus seks bebas, serta menurunnya nilai-nilai moral merupakan segelintir dari dampak negatif dari globalisasi. Mengharap bantuan dari pemerintah saja tidaklah cukup. Pemerintah juga punya keterbatasan dalam mengatasi hal ini.
Maka dari itu Gereja perlu bertindak nyata bukan hanya untuk ambil bagian, tetapi juga sebagai relevansi kehadiran Gereja di tengah dunia. Khotbah-khotbah tersebut memang penting, tetapi harus dipadukan dengan perjumpaan Gereja sendiri dengan rakyat. Prinsip ora et labora, berdoa dan bekerja, yang terkadang masih berat sebelah harus segera diseimbangkan. Minimal, Gereja dapat bergerak di Paroki masing-masing. Syukur saja dapat menjangkau cakupan yang lebih luas lagi.
Jika tidak begini, maka citra Gereja lama kelamaan akan memudar. Bukan dalam artian tidak lagi menjadi tempat ibadat umat Kristiani, tetapi tentang apa yang Gereja berikan kepada umatnya. Gereja hanya akan menjadi suatu organisasi pasif yang tidak peka dengan berbagai perubahan di sekelilingnya.
Tentu kita tidak ingin hal seperti itu terjadi. Maka sudah sewajarnya kita sebagai anggota Gereja ikut menyebarkan kasih bagi sesama seperti yang diajarkan Yesus melalui tindakan yang nyata dan konkret di kehidupan kita.
Ikuti juga: Misa Online Setiap Minggu Pagi